PENDIDIKAN DASAR XVI

Atmawana diambil dari bahasa sansekerta yang artinya “jiwa alam”, beranggotakan sekelompok mahasiswa/i  yang mempunyai kegemaran melakukan penjelajahan dan mencintai kehidupan di alam bebas.
Sedangkan atmawana terbentuk pertama kalinya di lingkungan Fakultas Teknik pada bulan juli tahun 1993, yang kemudian di resmikan menjadi ruang lingkup yang lebih luas se-Universitas Ibn Khaldun Bogor kedalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Mahasiswa Pecinta Alam (mapa) ATMAWANA Universitas Ibn Khaldun Bogor, selalu terus berusaha melakukan berbagai aktifitas atau kegiatan yang mendorong peningkatan kualitas agar lebih berperan dalam pengembangan diri maupun perkembangan bangsa dan negara. Salah satunya melakukan kiprahnya dengan membuka pendidikan dasar bagi setiap calon anggota MAPA ATMAWANA. Pendidikan dasar ini merupakan bentuk untuk mendidik dan memupuk patriotisme dan cinta tanah air secara nyata.
Alam dengan segala kaidah dan tingkah lakunya, merupakan media pendidikan untuk memberi pengaruh pada bentuk karakter pribadi seseorang baik disadari maupun tidak, yaitu mendidik manusia di alam terbuka, mempunyai cinta yang dalam terhadap alam dan tanah air indonesia, mempererat tali persaudaraan diantara sesama manusia tanpa membedakan golongan, ras,suku serta agama sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Kegiatan alam terbuka di indonesia sekarang ini makin meningkat secara kualitas, baik dilakukan secara perorangan maupun kelompok, namun peningkatan ini tidak diimbangi dengan kualitas pengetahuan dan keterampilan di alam bebas, sehingga dalam beberapa kegiatannya meminta korban jiwa penggiatnya, padahal ini dapat diantisipasi, salah satunya dengan pendidikan dasar kepecintaan alaman.
Karena itu harus ada cara tersendiri guna menghadapi segala tantangan alam, dan sekaligus menciptakan tiga azas yang tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dimana mahasiswanya sebagai intelektual muda tidak hanya berkiprah dalam bidang akademik dan keilmuan saja, tapi menyentuh pada keterkaitan mahasiswa sebagai anggota masyarakat.

ATMAWANA Evakuasi 5 Orang Mahasiswa UIN Jogya di Gunung Salak

Cuaca cerah di Kaki Gunung Salak, Kabupaten Bogor, yang ditandai langit biru dan tidak turun hujan mendukung tim rescue Tagana Kabupaten Bogor, Mapala UIN Jakarta, UIN Yogyakarata dan Mapala UIKA Bogor untuk mengevakuasi enam mahasiswa UIN Yogyakarta yang tersesat di Gunung Salak sejak Jumat (29/1) lalu.

"Alhamdulillah, cuaca cerah dan mendukung kita untuk melakukan evakuasi," ujar sekretaris Tagana Kabupaten Bogor, Suhandri, kepada azies-site di Bogor, Minggu.

Tim evakuasi terdiri dari 15 orang yang dibagi menjadi tiga grup yang bergerak terpisah, dimulai pukul 06.00 WIB.

"Ada 15 orang yang dibagi menjadi 3 tim, setiap tim mulai bergerak dari kaki Curuk Nangka menuju Salak II tempat tim pertama menemukan mahasiswa, dan yang lainnya juga menyisir dari Curuk Nangka menuju tempat enam mahasiswa, titik temu nantinya di Salak II," ujarnya.

Dalam proses evakuasi, tim membawa peralatan vertical rescue, logistik dan obat-obatan.

"Dalam kondisi apapun, keenam mahasiswa ini harus turun hari ini juga. Karena kita khawatir jika ditunda lagi akan lebih parah, karena mereka sudah kekurangan logistik. Oleh karena itu tim harus bergerak cepat," kata Suhardi.

Kondisi terakhir keenam mahasiswa masih bisa berjalan, dan berbicara. Hal itu diketahui melalui kontak antar tim yang sudah lebih dulu mengetahui keberadaan enam orang mahasiswa yang masih bertahan di sana untuk mendampingi.

"Kita melakukan kontak dengan tim pertama yang sudah turun dan menemukan titik mereka dan mereka menyebutkan kondisi keenamnya masih baik dapat berjalan dan bersuara, meski sempat terserang Hyportemia, karena kekurangan logistik," jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh keenam mahasiswa itu merupakan pendaki ilegal karena masuk melalui pintu masuk Gunung Salak, Ciapus. (aZ)

sumber:
http://www.warta.uika-bogor.ac.id/2010/02/wujud-kepedulian-mapala-uika-atmawana.html
Prosiding Lokakarya Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat 30-31 Oktober 2007 

Editor: Herwasono Soedjito, Y. Purwanto, Endang Sukara 

Jakarta : Yayasan Obor, 2009 
xxii, 303 halaman 
ISBN 978-979-461-742-7 


Buku Situs Keramat Alami ini merupakan kumpulan hasil penelitian Situs Keramat Alami dari sudut pandang konservasi keanekaragaman hayati dan budaya, serta cara pengelolaannya oleh masyarakat tradisional di Indonesia untuk mempromosikan pentingnya saling keterkaitan antara keanekaragaman hayati dalam pembangunan berkelanjutan. 



Isi tentang Situs Keramat Alami (sacred natural sites) telah menjadi perhatian program MAB (Man and Biosphere) UNESCO, karena perannya sangat penting dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang merupana mandat dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD). 

Dipaparkan 17 studi kaitan Situs Keramat Alamai dan pelestarian keanekaragaman hayati yang meliputi Pulau Sumatera (Siberut, Mandailing Natal, Riau), Sulawesi (Bulukumba, Lore Lindu, Kalimantan (Malinau), Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Timur), Bali dan Papua (Biak, Lembah Baliem) yang mempresentasikan keanekaragaman ekosistem hutan, pegunungan, dan dataran rendah, perairan tawar dan danau, eksosietm pulau serta pesisir dan lautan. 

Daftar Isi BUKU: 


DAFTAR ISI

Sambutan Kunci Peran Budaya Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati
Emil Salim, Penasehat Presiden RI ………………………….…….…………………xiii
Bab II. Tri-Stimulus Amar (Alamiah Manfaat Religius) Sebagai Pendorong Sikap Konservasi Kasus Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) di Taman Nasional Meru Betiri.
Ervizal A.M. Zuhud, Fakultas Kehutanan – IPB
Bab III. Keramat Alami dan Kontribusi Islam dalam Konservasi Alam.
Fachruddin Mangunjaya, Conservation International-Indonesia
Bab IV. Kawasan Sakral Perspektif Perlindungan Keanekaragaman Hayati.
IGP Suryadarma, Universitas Negeri Yogyakarta
Bab V. Tanah Toa, Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Budhihartono, Universitas Indonesia
Bab VI. Leuweung Titipan: Hutan Keramat Warga Kasepuhan Di Gunung Halimun.Kusnaka Adimihardja, INRIK-Universitas Padjajaran
Bab VII. 
Pelestarian Daerah Mandala Dan Keanekaragaman Hayati Oleh Orang Baduy.Johan Iskandar, Universitas Padjajaran
Bab VIII. Situs Keramat Alami sebagai Alternatif Pengakuan Hak-hak Masyarakat Adat : Kasus Kasepuhan Cibedug, Banten. Herry Yogaswara, IPSK – LIPI
Bab IX. Pandangan Tentang Hutan, Tempat Keramat Dan Perubahan Sosial Di Pulau Siberut, Sumatra Barat. Darmanto, Perkumpulan Siberut Hijau (PASIH)
Bab X. Lubuk Larangan : 
Reaktualisasi Situs Keramat Alami di Mandailing Natal.
Zulkifli Lubis, Universitas Sumatra Utara
Bab XI. Faknik Konservasi Sumberdaya Hayati Laut Masyarakat Kepulauan Padaido, Papua
Yuanike Kaber, Roni Bawole, dan George Mentansan, Universitas Papua ................... .....153
Bab XII. Tempat Sakral Masyarakat di Lembah Baliem Papua: Antara Tradisi, Konservasi Sumber Daya Hayati dan Penguasaan Wilayah.
Y. Purwanto, Pusat Penelitian Biologi – LIPI
Bab XIII. Mopahilolonga Katuvua: Konsepsi Masyarakat Adat Toro dalam Mempertahankan Kelestarian Sumberdaya Hutan. Golar Baso, Universitas Tadulako
Bab XIV. Tanah Ulen Dan Konsep Situs Keramat Alami Studi Kasus Di Desa Setulang, Kabupaten Malinau Kalimantan Timur.
Herwasono Soedjito, MAB (Man and the Biosphere) Indonesia – LIPI
Bab XV. Masihkah Situs Keramat Alami Mampu Menjadi Landmark Budaya Pelestarian Sumber Daya Alam? Rio Rovihandono, KEHATI
Bab XVI. 
Kampoeng Djamoe Organik Martha Tilaar.
Nuning S. Barwa, Yayasan Martha Tilaar.